Sunday, 8 December 2024

Peperangan Badar al-Kubra (bghn. 2)

3 September 2009 by  
Filed under Bicara, Islam, Palestin

Di tengah perjalanan, tepatnya di lembah al-Wabirah, seorang laki-laki musyrik datang menjumpai beliau. Ia terkenal sebagai seorang pemberani dan kuat. Ia meminta kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam agar diperbolehkan bergabung dengan pasukan muslimin untuk berperang. Akan tetapi, RasulullahShalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Pulanglah! Aku tidak akan pernah meminta pertolongan kepada seorang musyrik.” Pada saat beliau berada di dekat pohon. Laki-laki ini mengungkapkan keinginannya untuk kedua kali. Pada saat beliau tengah berada di padang pasir, laki-laki ini kembali mendatanginya dan mengungkapkan keinginan­nya untuk yang ketiga kali. Akan tetapi, beliau tetap menjawab dengan jawaban yang sama. Akhirnya, laki-laki tersebut masuk Islam dan beliau pun baru mengizinkannya ikut bergabung.
 

Ketika hampir sampai di Shafra, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengutus Basbas al-Juhni dan Adi ibn Abi Zaghaba al-Juhni ke Badar untuk mengecek dan mencari informasi tentang Abu Sufyan dan kafilah­nya. Riwayat lain menuturkan: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar sendiri yang berangkat untuk melakukan tugas pengintaian ini. Lantas, keduanya dengan seorang lelaki tua. Kepada orang itu, keduanya menanyakan keadaan pasukan kaum Quraisy. Namun, orang itu meminta agar beliau dan Abu Bakar mengatakan terlebih dahulu siapa mereka sebenarnya. Keduanya sepakat dengan syarat itu, tetapi setelah orang itu memberikan informasi yang mereka inginkan. Maka, laki­-laki itu mengabarkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa pasukan Quraisy telah mendengar kedatangan Muhammad dan para sahabatnya pada hari ‘ini’ dan ‘itu’. “Apabila kalian ingin membuktikan, silahkan lihat mereka (kaum muslimin) di tempat ‘ini'(tempat kaum muslimin saat itu berkemah),” ucapnya. Kemudian ia menambahkan, “Bila kalian ingin melihat keberadaan pasukan Quraisy, datanglah ke tempat ini (tempat kaum Quraisy berkumpul waktu itu).” Setelah itu, orang itu berkata, “Nah, sekarang katakanlah, dari mana kalian berdua ini?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Kami dari daerah perairan.” Kemudian keduanya langsung beranjak pergi meninggalkan orang itu penuh penasaran. “Dari daerah perairan? Apakah mereka dari Irak?” tanyanya dalam hati.

Pada petang harinya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengutus Ali, Zubair, dan Sa’ad ibn Abi Waqqash dengan disertai beberapa orang sahabat untuk mencari informasi tentang gerakan dan keadaan musuh. Kemudian, di sebuah mata air mereka bertemu dengan dua orang pemuda yang bertugas menyediakan air minum pasukan Mekah. Maka, mereka pun membawa kedua pemuda itu ke hadapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Namun, saat itu beliau tengah melaksanakan shalat. Akhirnya, kedua pemuda itu langsung diinterogasi oleh para sahabat. Ketika ditanya tentang siapa mereka, keduanya mengaku sebagai penyedia air minum Pasukan Quraisy. Namun, para sahabat belum percaya dengan jawaban kedua pemuda tersebut. Bahkan, mereka mengira keduanya telah berbohong. Sebab, mereka masih meyakini keduanya adalah budak milik Abu Sufyan. Pasalnya, saat itu pikiran dan bayangan para shahabat masih tertuju kepada kafilah dagang Quraisy. Lantas, mereka pun beramai­-ramai memukuli dua pemuda itu hingga dengan terpaksa mengaku sebagai budak milik Abu Sufyan.

Selesai shalat, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjumpai para sahabatnya dan mencela perbuatan mereka. Sebab, mereka justru memukuli keduanya saat berkata jujur dan membiarkan keduanya ketika berdusta. Kemudian, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menanyakan kepada keduanya tentang tempat pasukan Mekah berada. Kedua pemuda itu menjawab, “Mereka berada di balik bukit pasir ini, tepatnya di bibir lembah yang paling ujung.” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menanyakan jumlah dan kesiapan tentara Quraisy, keduanya tidak dapat mengatakannya dengan pasti. Keduanya hanya mengatakan, bahwa setiap hari mereka menyembelih unta dan kambing antara sembilan sampai sepuluh ekor.

Dari sini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menyimpulkan bahwa jumlah mereka sekitar sembilan ratus sampai seribu tentara. Selain itu, kedua budak laki-laki tersebut memberitahukan kepada beliau nama-nama pembesar Mekah yang ada di dalam pasukan Quraisy. Maka, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada para sahabatnya, “Itulah Mekah. Ia telah melemparkan kepada kalian potongan-potongan hatinya.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengatakan hal itu seraya menunjuk pada tempat-tempat yang akan menjadi tempat terbunuhnya pemimpin bangsa Quraisy. Dan kemudian terbukti, tempat kematian mereka tidak jauh dari yang ditunjukkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Pada malam harinya, Allah menurunkan hujan untuk mensuci­kan kaum muslimin dan menaklukkan bumi di bawah kaki mereka. Sebaliknya, hujan tersebut menjadi bencana besar bagi kaum musyrikin. Dalam menggambarkan kondisi pada waktu itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu).” (QS. Al-Anfal: 11)

 
Salah satu nikmat yang juga telah Allah berikan kepada kaum muslimin adalah rasa kantuk yang menjadikan mereka merasa tentram dan tenang, sebagaimana yang tertulis pada awal ayat yang menje­laskan diturunkannya hujan, “(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentramanan dari pada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit…. “Kisah serupa juga diriwayatkan oleh Ahmad dengan isnad yang sampai kepada Anas ibn Malik. Ia mengatakan: Abu Thalhah menceritakan: Kami tiba-tiba mengantuk. Padahal, saat itu kami tengah berada di barisan-barisan kami untuk menghadapi perang Badar.
 
Aku termasuk salah seorang yang dilanda rasa kantuk itu hingga pedang yang ada di genggamanku terjatuh dan kemudian aku mengambilnya. Namun, pedang tersebut kembali terjatuh dan aku pun mengambilnya Allah juga memberikan nikmat yang begitu besar kepada kaum Muslimin, yaitu dengan menciptakan perselisihan di tengah-tengah barisan musuh mereka. Tentang hal ini, Ahmad menuturkan: Sesungguhnya Atabah ibn Rabi’ah telah membujuk beberapa orang dari kaumnya untuk meninggalkan peperangan dengan mengingatkan mereka tentang akibat dan bahaya yang akan melanda mereka. “Ketahuilah, sesungguhnya kaum muslimin nanti itu akan berjuang mati-matian hingga titik darah penghabisan,” ucapnya memberi alasan. Mendengar hal itu, Abu Jahal menuduh Rabi’ah ketakutan.
 
Sementara itu, Bazzar menceritakan: Saat itu Atabah berkata kepada kaumnya, “Sesama saudara akan saling membunuh satu sama lain. Sungguh, hal itu akan meninggalkan kepahitan yang tak akan pernah hilang selamanya.” Maka, Abu Jahal pun menuduhnya takut. Tentu saja, ia tak terima dengan tuduhan itu. Lalu ia memanggil saudara laki-laki dan putranya untuk bermain anggar dengan dirinya dengan satu lawan dua. Saat itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melihat Atabah sedang mengendarai unta merah. Kemudian, beliau bersabda, “Bila mereka ingin selamat, seharusnya mereka mengikuti perkataan si penunggang unta merah itu. Sungguh, bila mereka mendengar perkataannya, niscaya mereka akan selamat.” Akan tetapi, Allah berkehendak lain. Mereka mengingkari dan tidak mematuhi saran Atabah. Dan sarannya itu terpotong oleh dendam kesumat Abu Jahal terhadap Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin.
 

Sumber : KisahIslam.Com

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Facebook Comments

comments

Speak Your Mind

Tell us what you're thinking...
and oh, if you want a pic to show with your comment, go get a Gravatar!

CommentLuv badge